Mengeluh menjadi kebiasaan karena begitu sedikitnya rasa syukur
kita
A : “Enak ya, kamu sudah kerja
mapan?. Punya rumah, punya mobil, sudah menikah dengan wanita idaman. Cantik
pula”.
B : “Enak apanya?. Meski sudah kerja
enak, rasanya tidak ada enaknya sama sekali. Pusing”
A :
“Kenapa?”
B : “Kerja kantoran itu tidak enak.
Tiap hari dimarahin bos. Disuruh ngerjain ini itu. Sudah dikerjain, tetap
dimarahi. Selalu tidak ada benarnya. Belum kalau datang telat ke kantor,
beuh...disindir habis-habisan. Sudah gajinya kecil, naiknya kecil, tiap hari
dapat omelan, kerja kayak kerja rodi pula. Di kantor sudah pusing, masih pusing
juga mikir cicilan rumah dan mobil. Gaji sekecil itu harus mikir gimana
muternya agar masih bisa buat makan dan sedikit senang-senang”
A :” Kalo sudah tahu gajinya gak
mencukupi buat nyicil, ngapain beli rumah sama mobil?”.
B : “Itu kan syarat dari mertuaku
dulu, harus punya rumah sebelum nikah. Yah, walau gajinya kecil harus tetap
dipaksa beli rumah meski kredit. Cerewet sekali mertuaku itu. Selalu minta
aneh-aneh sebelum nikah, udah nikah juga masih aja minta yang aneh-aneh. Tidak
tahu kalau menantunya ini Cuma pegawai kecil. Mengenai mobil, Istriku itu tidak suka kemana-mana naik
angkot, pengennya naik mobil sendiri seperti teman-temannya yang lain. Mau
tidak mau aku harus membelikannya. Biasalah gaya hidup!”.
A :
(manggut-manggut, prihatin).
“Kalau kamu?”
C : “Alhamdulillah...meski aku juga
pegawai kecil, gajiku sudah lebih dari cukup. Di syukuri saja. Di luar sana kan
banyak yang tidak bekerja, gajinya juga lebih kecil.
A :
“Sudah punya rumah dan istri?”
C : “Alhamdulilllah rumah juga sudah
punya, meski kontrak. Masih nabung dikit-dikit untuk beli rumah kecil yang
layak. Istri juga sudah punya. Cerewet juga sih, tapi aku tahu cerewetnya kan
karena perhatian. Karena sayang”
***
Mengeluh
adalah hal yang sangat mudah dilakukan oleh kebanyakan orang. Sudah menjadi
kebiasaan. Mendapat sesuatu hal kecil saja yang tidak berkenan dihati, sudah
mengeluh tak berkepanjangan.
Coba tanyakan pada diri kita sendiri, jika punya teman, yang satu suka ngeluh tiada henti, yang satu selalu bersyukur dengan apa yang ia dapat dan ia punya, mana yang paling membuat kita nyaman?. Tentu yang terakhir bukan.
Mengeluh, selain efeknya tidak baik untuk kita sendiri juga tidak baik untuk orang lain. Orang lain yang mendengar keluhan kita tentu tidak akan nyaman mendengar segala keluhan kita. Berbeda dengan orang punya sikap dan pikiran positif akan selalu memancarkan aura positif. Karena kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata membangun, syukur, bahagia dan kata-kata penguatan.
Percayalah,
mengeluh tidak akan membuat keadaan kita membaik.
Justru sebaliknya. Makin membuat hati dan jiwa kita tidak bersemangat. Bersyukur dengan apa yang kita punya dan apa yang kita peroleh adalah lebih baik. Allah pasti selalu memberikan yang terbaik menurut Dia. Bukan menurut kita. Dia akan selalu memberikan apa yang kita butuhkan.
Justru sebaliknya. Makin membuat hati dan jiwa kita tidak bersemangat. Bersyukur dengan apa yang kita punya dan apa yang kita peroleh adalah lebih baik. Allah pasti selalu memberikan yang terbaik menurut Dia. Bukan menurut kita. Dia akan selalu memberikan apa yang kita butuhkan.
Coba sekali lagi kita berpikir, jika kita mengeluh dengan pekerjaan kita, lihatlah banyak saudara-saudara kita yang tidak mendapat pekerjaan. Menjadi pengangguran bahkan gelandangan hingga mengemis-ngemis di jalanan.
Mengeluh
dengan apa yang kita makan, lihatlah diluar sana banyak yang hanya makan
seadanya, bahkan tidak makan sama sekali. Mengeluh punya rumah yang kecil dan
tidak bagus, mengeluh tidak punya mobil dan sepeda motor. Sekali lagi lihatlah,
di luar sana, jauh dari kita atau bahkan kita bisa menengok kana kiri kita
banyak yang punya rumah masih ngontrak.
Tiap tahun harus pindah-pindah. Tidak punya mobil, bukankah seharusnya kita bersyukur karena kita punya sepeda motor, masih punya kaki. Ada saudara kita bahkan yang tidak punya kaki tetap optimis dan tidak pernah mengeluh. Bisa berkarya dan melejit prestasinya.
Tiap tahun harus pindah-pindah. Tidak punya mobil, bukankah seharusnya kita bersyukur karena kita punya sepeda motor, masih punya kaki. Ada saudara kita bahkan yang tidak punya kaki tetap optimis dan tidak pernah mengeluh. Bisa berkarya dan melejit prestasinya.
Tidak
malukah kita pada mereka?. Pantaskah kita masih mengeluh tiada henti, tidak
bersyukur dengan apa yang kita punya, sementara di luar sana banyak saudara
kita yang hidupnya lebih mengenaskan dari pada kita?.
Mulai sekarang, kurangilah keluhan. Banyaklah bersyukur. Bukan hanya orang lain yang akan suka dengan rasa syukur kita, Allah pun akan senang sekali, kita mau bersyukur dengan apa yang Dia berikan. Tentu Allah pun akan menambah nikmat yang kita dapat. Berbeda jika mengeluh, Allah akan mengurangi atau malah mencabut nikmat yang ia beri.
Bersyukurlah,
karena akan mendatangkan energi positif.
0 komentar:
Posting Komentar