Jodohku di Ujung Senja

Menikahi orang yang kita cintai memang sebuah kenikmatan, tapi mencintai orang yang kita nikahi adalah sebuah keutamaan”


Kakek  menyeruput kopinya dengan nikmat. Sesekali menyesap nikotinnya yang tinggal separoh. Matanya menerawang begitu juga pikirannya. Mencoba membuka ulang kisah cintanya dengan Nenek yang masih bertahan hingga sekarang. Masih tetap mesra.
Aku menunggu kelanjutan kisah cintanya dengan berdebar-debar. Liburan kali ini, aku niatkan untuk menginap di rumah Kakek lebih lama. Selain karena ingin menemani Kakek,aku juga ingin mendengar cerita awal mula Kakek bertemu dengan Nenek. Aku selalu kagum dengan kemesraan mereka. Begitu penasaran bagaimana kisah mereka. Apa yang membuat Kakek sangat mencintai Nenek. Begitu juga sebaliknya. Dan yang penting apa resep mereka mempertahankan kemesraan mereka. Karena jika kelak aku menikah, aku juga ingin seperti mereka.
“Nenekmu itu wanita yang tidak pernah Kakek bayangkan akan jadi jodoh Kakek pada akhirnya. Karena Kakek hanya bertemu dia sekali. Itu pun karena dijodohkan oleh Bapak Kakek. Dia wanita yang Istimewa, yang dianugerahkan Allah untuk Kakek”
“Kakek hanya bertemu dengan Nenek sekali sebelum menikah?” tanyaku sangsi. Mana mungkin pertemuan sekali, bisa mendatangkan kemantapan Kakek untuk menikahinya. Mustahil. Tapi bukankah tidak ada yang mustahil bagi Allah. Lalu apa yang membuat Kakek langsung menerima Nenek untuk menjadi Istrinya walau hanya bertemu sekali.
 Kakek mengangguk sambil terkekeh.
“Itu lah anehnya jodoh, Nia. Ada yang bertahun-tahun menjalin hubungan, ternyata tidak sampai ke pelaminan. Yang baru bertemu sekali malah akhirnya menikah dan langgeng sampai mati. Ada yang menjalin hubungan dengan orang yang jauh sekali, tapi ternyata jodohnya tidak jauh darinya. Bisa saja tetangga depannya sendiri, seperti kawan Kakek. Dia berpacaran dengan orang yang berasal dari luar jawa. Bertahun-tahun. Apa kau tahu?pada akhirnya dia menikah dengan tetangga depannya sendiri”ucapnya tak berhenti tertawa kecil.
Aku menunggu kelanjutannya. Menunggu Kakek yang menyempatkan menyeruput kopinya sebelum ceritanya berlanjut.
“Itulah anehnya jodoh. Yang harus kau pahami dari sekarang. Jodoh tidak bisa dipaksa. Karena diri masing-masing telah dituliskan berjodoh dengan seseorang oleh Allah,yang sudah tertulis di Lauh Mahfuz nya yang tidak pernah kita ketahui. Tugas kita hanya berikhtiar. Melakukan yang terbaik. Selebihnya serahkan pada Allah”.
“Ceritakan kisah Kakek padaku sejak awal. Aku penasaran ingin mendengarnya, Kek” aku makin tak sabar.
Kakek diam sejenak, sebelum cerita itu mengalir dengan derasnya.

***
Awal mula....
Rio. Laki-laki itu terhenyak tak percaya. Ketika membaca nama yang tertera pada sebuah undangan mewah berwarna gold. Yang tergeletak di meja kamarnya. Kata Ibunya, pagi setelah dia keluar dari rumah, ada seorang laki-laki yang mengantar undangan itu untuknya.
Raihanun Salsabila.
Rio sangat kenal dengan nama itu. Nama gadis manis yang telah menghuni lubuk hatinya sejak lima tahun lalu. Gadis yang telah menjadi pacarnya sejak lulus SMA. Gadis yang ia incar sejak masuk SMA. Yang ia dapatkan hatinya dengan penuh perjuangan. Jalan hubungan mereka memang tidak mulus. Penuh terjal dan goncangan sejak awal. Karena orang tua Hanun tidak pernah merestui hubungan mereka. Alasannya, masih saja alasan yang klasik. Karena Rio bukan berasal dari keluarga yang berada. Berbeda dengan keluarga Hanun, yang notabene keluarga besarnya adalah orang kaya, terpandang dan cukup disegani di daerah mereka.
Meski demikian, Rio terus berusaha menjalani hubungan itu. Meski berasal dari keluarga yang pas-pasan, Rio percaya bahwa dia akan bisa membahagiakan Hanun suatu saat jika mereka menikah. 
Karena ingin membuktikan keseriusannya dan bukti bisa membahagiakan Hanun, sejak awal kuliah Rio, telah bekerja keras. Bukan hanya di bangku kuliahnya. Disela-sela waktu kuliahnya, ia juga membuka usaha bersama teman-temannya. Sebuah cafe mini. Menabung sedikit demi sedikit hasilnya untuk biaya kuliahnya juga untuk tabungannya jika ia akan menikah dengan Hanun suatu saat.
Siang malam ia memeras bukan hanya otaknya, tapi juga tenaganya. Hanya dalam waktu setahun, nilainya yang selalu bagus dan menjadikannya sebagai mahasiswa berprestasi. Pihak kampus pun akhirnya menganjarnya dengan beasiswa penuh sampai ia lulus nanti.
Di luar kuliah, usaha yang ia jalankan bersama teman-temannya pun cukup sukses. Hingga membuka cabang kedua. Hasil yang memuaskan itu lah yang membuat semangat Rio makin berkobar. Ia makin yakin bahwa suatu saat orang tua Hanun akan merestui hubungannya dengan Hanun demi melihat kesuksesannya. Dan menerimanya menjadi bagian keluarga. Hanun pun sangat mendukungnya. Selalu memberinya semangat jika dirinya sedang down dan mulai putus asa.
Hingga ujian itu pun datang. Suatu sore saat Rio akan membuka cafe,Hanun tiba-tiba datang dengan wajah penuh air mata. Tentu saja Rio cemas bukan main. Tidak biasanya Hanun bersikap demikian. Walau hubungan mereka kerap mendapat tentangan, dan Hanun kerap menangis karena itu, tapi kali ini tangis Hanun berbeda. Rio bisa melihatnya dari tatapan Hanun yang begitu terluka.
“Ada apa Hanun?kamu sudah berjanji bukan bahwa tak ada rahasia diantara kita?. Katakan ada apa?. Siapa yang membuatmu menangis hingga seperti ini”desak Rio, tatkala Hanun terus menangis tanpa mau mengatakan apa sebabnya.
“Papa...”ucapnya disela isak tangisnya. Bahunya berkali bergunjang diantara sesenggukan tangisnya.
Mendengar Hanun menyebut Papanya, Rio yakin ada sesuatu yang buruk yang sedang terjadi. Dia bisa merasakannya. Kali ini ada apa lagi. Rio selalu bisa menerima jika Papa Hanun kerap menghinanya, tapi jika sampai membuat Hanun menangis seperti ini, Rio benar-benar terluka.
“Papa telah menjodohkanku dengan orang lain. Dan tanggal pernikahan kami telah ditentukan” jawab Hanun dan ia menangis histeris setelahnya.
Bagai disambar petir di siang bolong, Rio terkejut bukan main. Hanun dijodohkan?. Di tengah kerja kerasnya untuk melunakkan hati keluarga Hanun. Ia berjuang siang malam agar bisa membuktikan kesungguhannya. Namun, rupanya selama ini Papa Hanun tak pernah menganggap sama sekali perjuangan dan kesungguhannya. Papanya malah memilih untuk menjodohkan Hanun dengan laki-laki lain. Lalu apa arti perjuangannya ini untuk Papa Hanun. Apakah ia masih belum dianggap pantas oleh Papa Hanun?. Ia merasa segala usahanya selama ini tak ada artinya.
Setelah kejadian itu, Rio tidak pernah bisa menemui Hanun lagi. Keluarganya melarang keras ia bertemu dengan Hanun, meski Rio berusaha berkali-kali bahkan meminta tolong pada sahabat-sahabat dekat Hanun. Akan tetapi, upayanya selalu gagal.
Hingga ia menerima undangan berwarna gold dengan nama Hanun tertera di sana. Hati Rio rasanya hancur berkeping-keping saat membacanya. Jadi Hanun lebih memilih laki-laki itu dan memenuhi permintaan Papanya. Melupakan hubungan dan segala kenangan tentang mereka selama ini.
Waktu Hanun berkunjung ke cafenya seminggu sebelum pernikahannya, Rio memandangnya lekat-lekat. Gadis manis yang sangat ia cintai, bahkan ia rela melakukan apa pun demi bisa mendapatkannya. Kali ini Hanun menutupi sembab matanya dengan kaca mata hitam besar yang ia kenakan. Rio yakin Hanun tak bisa menahan tangisnya saat bertemu dengannya sore itu. Rio yakin sebenarnya Hanun masih mencintainya dan tak menginginkan pernikahan itu. Namun, jawabannya membuat hatinya kembali hancur.
“Maaf jika aku lebih memilih laki-laki itu dari pada kamu. Aku hanya memikirkan kehidupan anak-anakku nanti setelah menikah. Kau tahu kan aku dilahirkan dari keluarga kaya, aku terbiasa dengan kemewahan. Aku merasa tidak siap jika aku lebih memilihmu. Apalagi aku juga ingin anak-anakku nanti mendapatkan segala sesuatu yang terbaik. Laki-laki yang dipilih Papaku bukan laki-laki sembarangan. Selain dari keluarga kaya raya, dia juga pengusaha muda yang sukses. Aku yakin kekayaannya bisa menjamin kebahagiaanku dan anak-anakku kelak” katan Hanun dengan nada tegas.
“Mulai sekarang lupakan aku. Carilah wanita yang lebih pantas mendampingimu. Yang lebih cocok untukmu” lanjutnya, ia menekankan kata-katanya yang terakhir. Lalu Hanun berdiri dan beranjak pergi. Seakan tak mau berlama-lama berhadapan dengan  Rio.
Rio mendengar dengan seksama. Tak berkata sedikitpun saat Hanun mengungkapkan alasannya dia lebih memilih laki-laki itu. Alasan yang membuat Rio kecewa sekaligus sakit hati. Jadi selama ini Hanun tak pernah percaya bahwa ia bisa membahagiakannya. Hanya karena dia bukan berasal dari keluarga kaya seperti dirinya. Lagi-lagi perbedaan strata yang membuat dirinya semakin tak bisa menjangkau Hanun. Perlahan air mata Rio menitik kemudian. Ia tak percaya. Tak percaya Hanun akan setega itu berkata demikian terhadapnya. Menghancurkan semua mimpinya juga semangat dan ambisinya. Semuanya hancur sekarang. Tak bersisa.
Di luar Cafe, dalam sebuah mobil mewah berwarna putih, seorang wanita menangis tersedu-sedu. Ia tahu ia telah mengecewakan Rio, tapi ini demi kebahagiaan mereka bersama.
“Maafkan aku Rio,maafkan aku”

***
Aku terdiam tak berkata apa pun saat Kakek mengakhiri sesi pertama kisah cintanya. Kisah yang memilukan. Aku tak menyangka jika Kakekku punya kisah yang sedemikian sedihnya. Aku lihat Kakek, bahkan menitikkan air matanya saat selesai menceritakan kisah cintanya bersama Hanun. Cinta pertamanya.
Aku memegang tangan Kakek yang sempat tergetar saat selesai menceritakan kisah itu. Mencoba memberi kekuatan padanya. Tanpa terasa aku pun seakan larut dalam kesedihan Kakekku. Air mataku mulai mengambang dalam pelupuk mataku.
Butuh waktu sekitar sepuluh menit bagi Kakek untuk mengembalikannnya pada keadaan sama sebelum ia bercerita. Ia menghela nafas sebentar, kemudian menatapku lama. Aku yakin Kakek sudah bersiap untuk melanjutkan ceritanya.
“Apa yang terjadi setelah itu Kek?”
“Kakek merasa hancur dan kecewa. Tak bisa melakukan apa pun. Kakek sadar kalau Kakek sangat mencintainya hingga butuh waktu lama untuk melupakannya. Selama berminggu-minggu Kakek meluapkan rasa kecewa Kakek dengan bekerja dan bekerja. Agar bisa segera melupakannya. Orang tua Kakek saat itu sangat cemas dengan keadaan Kakek yang melihat Kakek tiada lelah bekerja siang malam. Kakek selalu pergi pagi-pagi sekali dan pulang menjelang dini hari. Setiap hari. Karena Kakek tidak tahu harus seperti apa Kakek meluapkan kekecewaan ini. Hanya itu yang bisa Kakek lakukan” jawab Kakek. Suaranya masih terdengar bergetar.
“Setelah kejadian itu Kakek tidak pernah menghubungi atau bertemu dengan Hanun lagi?” tanyaku lagi.
“Setelah menikah Hanun diboyong suaminya ke Amerika. Itu yang aku dengar. Suaminya bekerja dan melanjutkan pendidikannya di sana”.
“Lalu nenek?. Apakah Kakek bertemu Nenek setelah kejadian itu?” tanyaku semakin antusias tak sabar mendengar kelanjutannya.
Kakek tertawa kecil. Mungkin karena melihat sikapku yang tidak sabar menanti kelanjutannya. Tak lama Nenek keluar dengan membawa sepiring pisang goreng keju kesukaanku. Aromanya yang menggoda selera, membuatku sejenak terlupa untuk mendesak Kakek melanjutkan ceritanya.
Aku asyik menikmati pisang goreng buatan Nenekku. Lalu Kakek menyuruh Nenek untuk duduk disampingnya. Ah, pasangan yang romantis. Begitu gumamku dalam hati saat melihat mereka asyik menggoda satu sama lain waktu duduk berdampingan.
“Nina ingin mendengar bagaimana awal kita bertemu?” ujar Kakek dengan senyum manisnya. Matanya lembut memandang Nenek. Tangannya pun erat memegang tangan Nenek.
“Oh, ya?” Nenek tertawa kecil mendengar permintaanku. Membalas lembut pandangan Kakek.
“Pertemuan kami tidak pernah kami duga. Nenek juga tak menyangka. Awal bertemu dengan Ayah, akhirnya membawaku pada jodohku. Jodoh sejatiku”

***
Annisa asyik membaca buku yang baru ia beli di sudut taman kota yang masih terasa ramai meski hari telah menjelang siang. Minggu seperti ini bukan hal yang aneh jika taman kota ini akan penuh dengan puluhan manusia yang memadati taman ini. Anak-anak, remaja, muda-mudi juga orang tua,tumpah jadi satu di taman ini. Taman yang kian asri semenjak direnovasi.
Selain bertambah asri, taman kota yang kini dilengkapi dengan Wi-fi, juga semakin menarik daya tarik masyarakat sekitar untuk datang. Di ujung barat Annisa masih bisa melihat Ibu-Ibu dan para remaja putri juga bapak-bapak asyik bersenam mengikuti irama. Di ujung timur yang dipenuhi dengan taman bermain juga penuh dengan teriakan anak-anak. Di ujung lain terlihat para remaja dan pemuda-pemudi asyik melakukan hobi mereka. Ada yang berlatih karate, ada yang berlatih parkour, ada pula yang sibuk berdiskusi dan berkumpul dengan komunitas mereka.
Para pedagang asongan yang juga ikut meramaikan, tak henti hilir mudik kesana kemari menjajakan dagangannya. Annisa merekam semua pemandangan itu dalam memorinya. Ia berharap akan selalu menikmati suasana keramaian seperti ini setiap hari. Pemandangan yang tidak pernah ia dapati tiga tahun lalu. Saat taman ini masih berantakan, kumuh dan tak terawat. Taman ini juga kerap dijadikan para remaja untuk pacaran atau melakukan hal maksiat lainnya yang tidak menyejukkan mata.
Annisa mengarahkan pandangannya ke sudut utara yang dipenuhi para pemuda yang berlatih skate board. Annisa selalu menikmati permainan mereka. Permainan yang menurutnya sangat menantang juga sedikit berbahaya. Ia nikmati atraksi mereka beberapa saat. Tiba-tiba pandangannya tertumbuk pada sesosok laki-laki separoh baya yang menatapnya tiada henti. Merasa risih karena dipandang sedemikian rupa, Annisa mengubah arah pandangannya. Namun, ia merasa laki-laki itu malah berjalan mendekatinya.
“Bolehkah saya duduk di sini?”tanyanya. Annisa merasa takut dan khawatir, karena bukan hal yang asing lagi banyak laki-laki yang berniat buruk pada wanita yang kerap duduk sendirian tanpa didampingi siapa pun.
Ragu Annisa mengangguk.
“Oh, ya kenalkan nama bapak, Ridwan. Maaf kalau sudah mengganggu kegiatan nak...”
“Annisa pak. Nama saya Annisa”
“Nak Nisa. Ya..ya.., nama yang bagus”. Laki-laki yang mengaku bernama Ridwan mengangguk berulang kali. 
“Bapak sudah berulang kali melihatmu di sini. Pertama kali saat melihatmu mendampingi anak-anak kecil yang sedang bermain di sini. Apa kamu orang asli daerah sini, nak Nisa?” tanya pak Ridwan.
Annisa ingat kalau dua minggu yang lalu ia mendampingi anak asuhnya di rumah singgah bermain di sini. Mengajak mereka belajar serta bermain games bersama dengan teman-temannya yang lain. Jadi bapak ini memperhatikan kegiatan mereka. Untuk apakah?. Apakah bapak ini tertarik dengan kegiatan yang ia lakukan dan berniat membantu mereka. Karena selama ini, itu yang sering dialaminya bersama temannya. Awalnya hanya memperhatikan mereka lalu akhirnya menjadi donatur untuk rumah singgah mereka.
“Bukan pak saya dari Semarang dan kuliah disini. Yang bapak lihat, Itu anak asuh saya dan teman-teman saya, Pak. Kami punya rumah singgah yang belum lama kami dirikan”jelas Annisa.
“Bagus..bagus. Anak muda memang harus banyak melakukan hal positif. Bapak tertarik sekali dengan kegiatan kalian. Tapi, maaf rasanya bapak tidak bisa bicara lama saat ini. Hari sudah siang. Bapak harap bisa ketemu lagi dengan nak Nisa lain waktu. Apa Nisa keberatan?” tanyanya. Annisa menggeleng. Ia tersenyum kecil. Ia sudah yakin bapak ini pasti orang baik. Tidak seperti dugaannya tadi.
***
Kakek kembali menatap Nenek mesra. Nenek balas menatap tak kalah mesra.
“Sekali lagi itu lah anehnya jodoh. Kadang kau begitu mengharapkannya, tapi tidak pernah datang, tapi saat kau tidak mengharapkannya dia malah datang. Kuasa Allah tidak akan pernah bisa kau tolak lagi, saat masa itu datang, meski bukan itu yang kau inginkan dan bukan dengan orang tersebut. Itu yang Kakek alami dulu. Setelah kepergian Hanun, Kakek sudah tidak tertarik lagi untuk menjalani hubungan dengan wanita manapun. Yang ada dalam pikiran Kakek hanya bekerja, bekerja dan bekerja”kata Kakek.
“Jadi waktu itu Kakek sebenarnya tidak berharap menikah dengan Nenek. Kakek menikahi Nenek tanpa cinta?bisakah?. Menikah tanpa cinta?”tanyaku lagi.
“Kakek hanya tidak pernah membayangkan akan menikah dengan Nenek. Wanita yang aku lihat begitu asyik dan keibuan saat berhadapan dengan anak-anak saat waktu pertama melihatnya dari kejauhan,”.
“Jadi...”.
Kini giliran Nenek yang memberi penjelasan dan berbicara panjang lebar.
“Setelah bertemu dengan Ayah pertama kali, setelahnya kami sering bertemu lagi di taman kota. Ayah mengatakan sejak pertama bertemu denganku, telah merasa bahwa aku adalah wanita yang tepat yang bisa mendampingi Kakek. Kami saling bercerita satu sama lain, bercerita banyak hal. Pada pertemuan ketiga, Ayah bercerita panjang lebar tentang Kakek, dan mengatakan bahwa ia ingin Nenek menjadi istri Kakek. Saat itu Nenek sangat terkejut. Tidak menyangka sama sekali akan mendapat permintaan seperti itu. Waktu itu Nenek tidak memberi jawaban langsung, ingin memikirkan terlebih dahulu. Ayah pun merancang pertemuan kami. Namun, Ayah tidak mengatakan apa pun tentang rencananya. Beliau hanya menyuruh Nenek untuk datang ke taman lagi di jum’at sore”
***
Rio termenung di sudut taman kota. Meski taman ini tak jauh dari rumahnya, ia baru sesekali saja ke taman ini. Sebagai anak muda tentu ia lebih suka nongkrong di cafe atau sejenisnya. Ke taman pun jika ia ingin merasakan suasana yang lain.
Namun, semalam Ayahnya, tiba-tiba memintanya untuk datang ke taman ini. Setelah bercerita bahwa beliau bertemu dengan gadis yang baik dan pantas untuk jadi istrinya, Rio diminta untuk menunggu gadis itu disini. Tanpa diberitahu siapa namanya. Hanya mengatakan ciri-cirinya.
Selama ini Rio tidak pernah menyembunyikan masalahnya dari Ayahnya. Termasuk hubungannya dengan Hanun yang telah berakhir dan bagaimana kacaunya dirinya setelah kejadian itu. Waktunya yang hanya dihabiskan untuk bekerja dan jalan-jalan tak tentu arah untuk meluapkan rasa kecewanya, membuat Ayahnya prihatin. Berulang kali Ayahnya memintanya untuk mengenal wanita lain agar bisa melupakan Hanun, tapi Rio sulit sekali melakukan itu. Sulit untuk melupakan Hanun.
Selain itu, Ayahnya juga merasa bahwa Rio sudah pantas untuk menikah dan punya anak. Tak bosan meminta dirinya bergegas mencari calon istri. Dan malam itu, Ayahnya mengatakan telah menemukan wanita itu.  Meski awalnya Rio merasa berat ketika harus melakukan permintaan Ayahnya, tapi akhirnya dia datang ke taman ini juga. Jum’at Sore setelah ijin pulang lebih dulu dari cafenya, ia duduk-duduk di sudut taman. Mengamati sekian banyak orang, yang manakah gadis yang dimaksud Ayahnya.
Ayahnya mengatakan, hari itu beliau sengaja juga menyuruh gadis itu untuk datang.  Ia yang biasa melakukan aktifitasnya memberi pelajaran pada anak asuhnya tiap minggu, memintanya untuk menggantinya di hari Jum’at. Khusus untuk kali ini saja.
Mata Rio menajam. Menatap tiap sudut mencari sosok wanita yang dikatakan Ayahnya. Matanya tertumbuk pada segerombolan anak kecil yang mengelilingi dua orang gadis yang asyik bercerita. Mata Rio memandangnya lekat.
***
“Kakek jatuh cinta dengan Nenek pada pandangan pertama?” tanyaku memotong cerita.
Kakek menggeleng lalu tertawa. “Kakek mulai jatuh cinta pada Nenekmu setelah kami sah jadi suami istri. Setelah pertemuan itu, kami bertemu lagi. Namun, kali ini Ayahku mendampingiku. Begitu bertemu dengan Nenekmu dan mendengar permintaan Ayahku, aku sadar bahwa sudah waktunya untuk menikah. Aku tak boleh egois dengan mengorbankan kebahagiaan orang-orang disekitar Kakek. Kakek hanya ingin membahagiakan orang tua Kakek”.
Aku terdiam mendengarnya.
“Setelah Ayahku mengatakan bahwa dia ingin menikahkan Kakek dengan Nenek, Nenek mengatakan bahwa jika ingin menikahinya, ia tidak ingin prosesnya lama-lama karena akan menimbulkan banyak fitnah jika makin ditunda. Kakek pun menyetujuinya. Toh, lama suatu hubungan tak menjamin seseorang untuk dapat melangkah ke gerbang pernikahan. Karena itu lah Kakek segera melamar Nenekmu. Saat proses menuju pernikahan itu lah kami menemukan banyak kecocokan. Entah kenapa Kakek merasa yakin bahwa Nenek adalah jodoh yang dikirim Allah untuk Kakek”.
“Bagaimana Kakek yakin bahwa Nenek adalah jodoh yang tepat untuk Kakek. Dan Kakek tidak pernah jatuh cinta sebelumnya dengan Nenek?”
“Pernikahan tidak harus dimulai dengan jatuh cinta, Nina. Jatuh cinta setelah menikah justru akan lebih nikmat karena kita jatuh cinta dengan orang yang telah sah mendampingi kita. Saat orang itu membuatmu menjadi lebih baik dari yang dahulu, itulah caramu untuk mengetahui bahwa dia adalah jodohmu. Jujur setelah menikah Kakek banyak belajar dari Nenek. Dia dengan keimanannya, banyak menuntun Kakek untuk lebih dekat dengan Allah. Setelah Kakek begitu jauh dengan Allah karena marah kenapa mempertemukan Kakek dengan seorang gadis yang Kakek cintai, tapi tak bisa memilikinya”.
Kakek diam sejenak, sembari menyeruput kopinya.
“Nenek pernah mengatakan saat Kakek mengatakan masalalu Kakek dan mencoba meminta pendapat serta nasehatnya, bahwa kita jangan pernah memaksa Tuhan untuk menjodohkan kita dengan orang yang kita cintai, karena Allah lebih tahu mana yang terbaik bagi kita. Mungkin saat kita bersama dengan orang yang kita cintai kita akan bahagia. Namun, belum tentu saat menikah dengannya kita akan bahagia. Akan banyak permasalahan setelah itu” papar Kakek panjang lebar. Membuatku sejenak merenungi kata-katanya.
“Allah lebih tahu masa depan kita. Mungkin kita tak ditakdirkan bersama dengan orang yang kita cintai, Allah punya skenario yang lebih indah. Kita akan dipertemukan dengan orang yang lebih baik yang sesuai dengan kepribadian kita. Menikahi orang yang kita cintai mungkin sebuah kenikmatan, tapi mencintai orang yang kita nikahi adalah keutamaan” lanjut Kakek lagi.
“Jadi...” aku tak bisa berkata lagi. Kagum dengan segala ungkapan Kakek yang begitu indah itu.
“Nenekmulah..yang selalu bersama Kakek disaat suka dan duka. Saat usaha Kakek hancur dan bangkrut. Saat Kakek harus memulai usaha lagi dari bawah, Nenekmulah yang yang selalu memberi dukungan pada Kakek. Tak sekalipun meninggalkan Kakek. Saat itulah Kakek benar-benar jatuh cinta dan merasa beruntung dipertemukan dengan wanita sekuat Nenek. Apakah kalau dipertemukan dengan wanita lain, wanita itu akan sekuat Nenek jika diuji dengan ujian yang begitu hebat itu?. Kakek tidak bisa menjamin”.
“Jadi apakah itu sebuah komitmen?” tanyaku ragu. Kali ini Nenek yang menjawab.
“Kekuatan sebuah pernikahan akan diuji pada saat seperti itu. Saat salah satu diantara kita harus jatuh begitu dalam. Apakah pasangan kita akan kuat bersama kita atau tidak. Kekuatan itu akan ada saat kita sadar kita punya komitmen untuk mempertahankan ikatan yang sakral, yang kelak akan kita pertanggungjawabkan pada Allah di hari akhir. Kalau komitmen itu tidak ada, tentu pasangan akan lari jika salah satu dari mereka ada yang jatuh”.
“Kakek hanya ingin berpesan hal ini padamu” Kakek menepuk pundakku. Memandangku lama.
“Jangan hanya mengutamakan cinta dalam pernikahanmu, karena cinta bukanlah segalanya. Menikahi orang yang kita cintai mungkin suatu kenikmatan, tapi mencintai orang yang kita nikahi adalah keutamaan. Lihatlah bagaimana agama calon suamimu, karena agama itulah yang akan menjadi rambu dalam perahu yang akan kalian tumpangi. Jika laki-laki yang kau pilih akan membawa banyak kebaikan untukmu, mungkin itu lah jodohmu, tapi jika tidak, jangan pernah memaksa. Karena ingat, laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik. Jika kau ingin calon suami yang baik, yang harus kau lakukan pertama kali adalah memantaskan dirimu. Karena jodohmu sesuai dengan kepribadianmu. Fatimahkan dirimu maka Allah akan mengAlikan jodohmu” Kakek berhenti sebentar.
“Dan setelah menikah, jadikan komitmen janjimu pada Allah untuk selalu menjaga bahtera rumah tanggamu. Karena pernikahan adalah janji yang sangat berat yang kalian ucapkan di hadapan Allah yang disaksikan seluruh malaikat. Jangan hanya menjadikan cinta untuk mempertahankan kelanggengan suatu hubungan. Hubungan yang akan kita pertanggungjawabkan dihadapan Allah, hubungan yang dilandasi ingin beribadah kepadaNya, insyaAllah akan langgeng dan lebih berkah”.
Aku tersenyum lebar mendengar pesan Kakek barusan. Pesan yang sangat dalam artinya. Yang sangat berguna untuk masa depanku nanti. Sekali lagi aku mendapat pelajaran berharga dari Kakek dan Nenekku. Jodoh. Hal yang selalu dirisaukan banyak orang. Kini aku tahu bagaimana akan memulai satu babak hidupku nanti jika telah bertemu dengan belahan jiwaku. Aku memeluk Kakek dan Nenekku erat. Sebagai ucapan terimakasih untuk pelajaran berharga hari ini.

1 komentar: